بسم الله الرحمن الرحيم
Dulu, ada seorang yg amat kehausan. Ia berada di sebuah puncak benteng yg
amat tinggi. Dibawah benteng itu mengalir sungai jernih. Ia sangat ingin
memperoleh air itu, tetapi benteng itu menghalanginya sampai ke tempat air mengalir.
Kemudian, dengan tenaga yg tersisa, ia menjatuhkan batu bata dari benteng itu
satu persatu. Batu yg jatuh ke dalam sungai menimbulkan suara gemericik air.
Entah bagaimana, orang yang kehausan itu mendengar suara air gemeridik itu
sebagai suara yg amat indah. Lebih dari kabar gembira yg disampaikan kpd
seorang napi yg dibebaskan. Lebih indah dari kabar yg disampaikan kpd
orang-orang yg menunggu berita sekian lama. Makin indah dia mendengar suara
gemericik itu, semakin sering dia menjatuhkan batu bata. Akhirnya, air sungai
yg di bawah itu berkata “Hai manusia,
mengapa Engkau jatuhkan batu-bata itu ?”, orang haus itu menjawab, “aku
menjatuhkan batu bata itu karena dua kepentingan. Pertama, karena aku menikmati suara gemericik air yg ditimpa batu
bata, kedua, karena dengan
meruntuhkan batu bata itu, makin lama aku makin dekat dengan pusat air itu”.
Dengan cerita
itu, sebetulnya Rumi ingin mengajarkan kepada kita bahwa air mencerminkan
kesucian Allah SWT, dan orang hanya bisa merindukan Allah dengan merobohkan
batu bata hawa nafsunya satu demi satu. Makin sering dia merobohkan hawa nafsu,
makin tampak keindahan Allah, makin besar kerinduannya kepada-Nya dan makin
dekat dia di sisi-Nya.
Kita harus
berusaha untuk dapat menaklukan hawa nafsu kita sendiri dengan menggunakan akal
sehat yg telah diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Insya Allah, kita mampu
menjadi pribadi yang seutuhnya dengan berpegang teguh pada kekuatan Tuhan
[quwwatun Rabbaniyyah], cahaya Allah yg ada di dalam diri kita.